Scroll untuk baca artikel
Berita Terkini

Ancaman Abrasi Pantai Pesisir Luwuk Banggai, Apa Solusinya?

76
×

Ancaman Abrasi Pantai Pesisir Luwuk Banggai, Apa Solusinya?

Sebarkan artikel ini

RADAR SULTIM – Peristiwa alam berupa perubahan iklim ekstrem belakangan semakin memperparah ancaman abrasi pantai di pesisir pantai wilayah Luwuk Banggai.

Baru-baru ini, abrasi pantai nyaris memutus sebuah jembatan penghubung lintas transsulawesi di wilayah Desa Solan Baru, Kintom.

iklan : warmindo

Abrasi pantai di lokasi tersebut diperparah aliran banjir bandang akibat curah hujan yang tinggi, hingga membuat jembatan itu nyaris putus.

Arus lalu lintas terganggu, dan hingga hari ini Jumat 4 Agustus 2023, upaya penimbunan dasar jembatan masih terus dilakukan agar kendaraan dapat melintas aman.

Bukan hanya di lokasi jembatan tersebut, dari sepanjang wilayah Kecamatan Nambo hingga Kecamatan Kintom, ancaman abrasi pantai juga terus menjadi momok bagi masyarakat.

Khususnya yang bermukim di dekat garis bibir pantai.

Begitu pula di wilayah lainnya, seperti di Luwuk Utara, Luwuk Timur, hingga Pagimana dan Bunta.

Camat Kintom Amrizal Latif, juga mengakui ancaman abrasi pantai bagi masyarakatnya, hingga terhadap fasilitas umum seperti jalan dan jembatan penghubung.

“Sudah sangat parah sebenarnya. Di wilayah kami, ada beberapa Desa Kelurahan yang memang sangat terancam,” papar dia, Jumat 4 Agustus 2023.

Oleh Pemerintah Kabupaten Banggai, ditambahkan Camat Kintom, sejumlah proyek pembuatan tanggul penahan ombak atau talud, telah dikucurkan.

“Alhamdulillah sudah ada beberapa titik di wilayah kami yang mendapat bantuan agar ancaman abrasi pantai dapat diminimalisir. Dan kami sangat berterima kasih pada Pemkab Banggai,” ungkap Camat Kintom.

Ditambahkan Camat Kintom, memang sebaiknya untuk memcegah abrasi pantai secara keseluruhan, sudah tak bisa mengharap sepenuhnya pada talud penahan ombak.

“Untuk wilayah kita, sepertinya memang sudah perlu ada upaya lain seperti reklamasi di sepanjang pesisir pantai. Kemudian baru ditambahkan talud penahan ombak,” tandas Amrizal.

Wakil Gubernur Sulteng H Ma’mun Amir, pada Juni 2022 lalu juga sempat meninjau sejumlah lokasi rawan abrasi pantai di Kintom hingga Moilong.

Dari unggahan akun resminya, Wagub Ma’mun Amir katakan berinteraksi hampir 30 menit dengan masyarakat dan pemerintah desa di Kintom dan Moilong.

Dari Desa Dimpalon Kintom, dan melanjutkan perjalanan ke Desa Moilong, Kecamatan Moilong, Wagub Sulteng bersama instansi tekhnis Pemprov Sulawesi Tengah meninjau langsung lokasi abrasi pantai yang kerap mengacam keselamatan warga dan merusak fasilitas umum pemerintah desa.

“Gelombang laut yang tinggi disertai angin puting beliung tak jarang merusak rumah-rumah warga dan jalan desa, serta mencam fasilitas pekuburan warga di Desa Moilong ini,” kata Ma’mun Amir.

“Insya Allah dengan doa dan dukungan dari Masyarakat Moilong, masalah abrasi pantai ini dapat kita atasi bersama,” tambahnya.

Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR RI Moch Amron, juga pernah mengakui ancaman abrasi pantai di sejumlah daerah.

Menurutnya, peristiwa perubahan iklim dengan peningkatan suhu dan kenaikan permukaan air laut dapat menimbulkan abrasi.

Jika dibiarkan, abrasi pantai dapat semakin berkembang dan batas negara dapat bergeser.

Namun dalam pencegahannya, dikatakan Moch Amron memang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni kebijakan dari sisi perundang-undangan yang belum tegas.

Mengutip pemberitaan PU.go.id, dikatakan pantai menjadi suatu yang penting bagi perekonomian masyarakat, khususnya nelayan.

Selain itu, pantai juga menjadi modal dalam dunia wisata dan batas negara yang penting bagi kehidupan bermasyarakat dan iklim politik antara Indonesia dengan negara tetangga.

Sebagai negara nomor empat dalam hal panjang garis pantai, kita memiliki kesulitan dalam menjaga pantai secara keseluruhan. Untuk itu, pemerintah membuat prioritas dalam pemeliharaan.

Sekitar 20 persen garis pantai di Indonesia mengalami abrasi. Antara lain Pantai barat Sumatera, Bengkulu, Pantai Selatan Jawa, Pantai Utara Jawa, Pantai Barat Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Termasuk pantai Luwuk Banggai.

Dijelaskan Moch Amron, penyebab abrasi garis pantai terjadi akibat aktivitas alam dan aktivitas manusia. Aktivitas alam seperti besar dan tingginya ombak yang menghantam garis pantai yang sedikit demi sedikit dapat mengikis pinggir pantai.

Sedangkan, aktivitas manusia seperti mensuplai air tanah yang menyebabkan tanah mengalami penurunan dan kenaikan permukaan air laut. Membuka lahan dan tambak yang tidak mempertahankan mangrove dan penghijauan.

Selain itu, pembangunan dermaga yang tidak memperhatikan arah gelombang pantai dan pembangunan sarana dan prasarana yang menjorok ke laut.

“Perhatian masyarakat akan tercurah jika sudah terjadi bencana. Padahal amatlah penting menjaga dan memelihara sebelum bencana terjadi,” tegas Amron.

Pencegahan terhadap abrasi dapat dengan menggunakan teknologi pengamanan pantai dan cara sederhana seperti hutan bakau dan gundukan batu.

Dengan teknologi seperti Revetment, yakni stuktur pelindung pantai yang dibuat sejajar pantai dan biasanya memiliki permukaan miring.

Seawall, yaitu dibuat sejajar pantai tapi seawall memiliki dinding relative tegak atau lengkung.

Groin (groyne), yaitu struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok relative tegak lurus terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton (pipa beton), dan batu. Pemecah gelombang sejajar pantai ini dibuat terpisah ke arah lepas pantai

Solusi lain adalah dengan reklamasi. Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan kajian terlebih dahulu sebelum melakukan pembangunan atau kegiatan yang dapat mempengaruhi pantai.

Telah menjadi persoalan serius saat ini di daerah, apakah solusi terbaik bagi ancaman abrasi pantai yang semakin parah di Luwuk Banggai?

google news