RADAR SULTIM – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Banggai Natalia Patulemba pastikan tak ada gejolak kenaikan harga sejumlah barang di Luwuk Banggai saat ini.
Hal itu menanggapi isu di beberapa media lokal, terkait adanya kenaikan harga barang pasca pemindahan pelabuhan aktifitas bongkar muat peti kemas sejak awal November 2023.
“Tim pengawas dari Disperindag bersama instansi lainnya seperti dari Kejaksaan Negeri Banggai selama ini terus memantau dengan intens perkembangan harga barang di daerah.
“Dan berdasarkan hasil pengawasan hingga terbaru pada Selasa kemarin, itu tidak benar ada gejolak kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat,” tegas Natalia Patolemba, Rabu 22 November 2023.
Masyarakat kemudian dihimbau untuk tidak termakan isu akan adanya harga barang naik di Luwuk Banggai pasca pemindahan aktifitas bongkar muat peti kemas.
Dikarenakan berdasar data pengawasan, perpindahan aktifitas petri kemas ke Pelabuhan Tangkiang, memang tidak memberi pengaruh terhadap kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan masyarakat.
“Tidak benar sama sekali ada kenaikan harga barang, apalagi dipengaruhi pemindahan pelabuhan peti kemas,” tandas Natalia Patulemba.
HATI-HATI SPEKULASI
Lalu bagaimana dengan potensi akan adanya kenaikan harga barang imbas perpindahan pelabuhan peti kemas, seperti yang disebutkan diungkap dari salah satu pihak pelayaran dan salah satu ekpedisi di Luwuk Banggai?
Dari penjelasan pihak PT Tanto Intim Lines, PT Meratus, dan PT SPIL, tiga perusahaan pelayaran besar di Luwuk Banggai, serta sejumlah perusahaan ekpedisi besar di Kota Luwuk, kemungkinan besar hal itu sengaja dihembuskan untuk sebuah spekulasi ekonomi.
Berpindahnya aktifitas bongkar muat dari Pelabuhan Luwuk ke Pelabuhan Tangkiang, dibuat seolah-olah akan menaikkan ongkos atau biaya per kontainer dalam pemuatan barang.
Padahal yang sebenarnya terjadi dan telah berlaku selama ini, tak demikian. Dimana perbedaan jarak bongkar muat peti kemas, tidak mempengaruhi ongkos kontainer.
Kalkulasi tak ada perbedaan ongkos kontainer ketika turun di Pelabuhan Luwuk maupun di Pelabuhan Tangkiang, dpaat dilihat dari freight cost atau biaya freight kontainer yang berlaku selama ini.
Biaya freight merupakan sebuah biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk pengiriman barang ke tempat tujuan (pelabuhan tujuan).
Untuk biaya freight di Pelabuhan Luwuk, pihak pelayaran mengenakan biaya Rp 5.500.000 dan THC Rp 1.600.000 (THC adalah biaya yang dikenakan oleh operator terminal untuk layanan seperti bongkar muat, dan penyimpanan kontainer di dalam fasilitas pelabuhan).
Sementara biaya freight di Pelabuhan Tangkiang sebesar Rp 4.500.000, THC Rp 1.600.000, serta traking Rp 1.000.000.
Pada dasarnya, untuk ongkos per kontainer baik di Pelabuhan Luwuk maupun di Pelabuhan Tangkiang, jika diakumulasi memiliki besaran biaya yang sama.
Kemudian biaya kontainer tersebut masih ditambahkan oleh biaya lainnya yang dipengaruhi sejumlah faktor seperti jarak pengiriman, asuransi, bahan bakar, penyesuaian bunker, dan lain sebagainya.
Namun seluruh biaya tambahan tersebut pada akhirnya merupakan hasil kesepakatan atau negosiasi antara pihak pengirim dan pemilik barang.
Kalimat sederhananya, biaya yang dikeluarkan dalam pengiriman barang gunakan kontainer dan melalui Pelabuhan Luwuk maupun Pelabuhan Tangkiang, sebenarnya sama. Sehingga ujungnya tak perlu pengaruhi harga barang pada konsumen yakni masyarakat.
Selama ini, bertahun-tahun, pengiriman kontainer melalui Pelabuhan Tangkiang oleh dua pelayaran, diketahui memiliki volume jauh lebih besar ketimbang volume dua pelayaran di Pelabuhan Luwuk, lebih dari dua kali lipat.
Sehingga berpindahnya aktifitas peti kemas yang kini dipusatkan di Pelabuhan Tangkiang, tidak mengalami perubahan seperti halnya dua pelayaran masih berada di Pelabuhan Luwuk.
PERSAINGAN SEHAT BERDAMPAK KEUNTUNGAN LOKAL
Terpusatnya aktifitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tangkiang yang efektif berlaku 1 November 2023, langsung memberi angin segar bagi perekonomian daerah.
Hal itu disebabkan lahirnya persaingan antara perusahaan pelayaran yang telah tersatu di lokasi yang sama, di Pelabuhan Tangkiang.
Persaingan sehat antara perusahaan pelayaran itu, dalam hal menjual jasa mereka lebih murah untuk mendapatkan konsumen atau pengguna jasa.
Dan hal ini tentu saja memberi keuntungan bagi perekonomian di daerah, karena adanya persaingan tersebut ongkos pengiriman barang perlahan namun pasti mulai mudung (bahasa lokal – alami penurunan atau terjun bebas).
Satu contoh, per Selasa 21 November 2023, diketahui PT Tanto Intim Lines dan PT Meratus langsung bersepakat menurunkan ongkos pengiriman kontainer keluar untuk muatan bungkil inti sawit.
Jika sebelumnya PT Tanto Intim Lines menerapkan ongkos kirim sebesar Rp 1.500.000 per kontainer saat masih di Pelabuhan Luwuk, dan PT Meratus di Pelabuhan Tangkiang Rp 700.000, saat ini biaya turun bersama akibat persaingan sehat yang tercipta di harga Rp 500.000 per kontainer.
Penurunan harga atau biaya ongkos kirim bungkil inti sawit tersebut langsung disambut gembira pelaku ekonomi di daerah.
Sayangnya, memang tidak semua pihak perusahaan pelayaran bisa bersaing dalam persaingan sehat yang sudah tercipta pasca tersentralisasinya aktifitas peti kemas di satu tempat.
Sehingga dapat pula dicurigai, imbas tak mampu ikut bersaing inilah yang kemudian coba dimanipulasi pihak-pihak dengan memberi berbagai keterangan yang terkesan ada dampak buruk dari perpindahan pelabuhan peti kemas.