Oleh: Ene Arsyad DM, S.Pd (Praktisi Pendidikan)
Radarsultim.com, Luwuk – Tempat umum indentik dengan keramaian. Sebab dipenuhi dengan manusia dan interaksinya. Hari ini, manusia bukan hanya berinteraksi di dunia nyata. Dalam dunia maya, interaksi manusia seolah begitu nyata. Mereka terkoneksi satu sama lain. Namun, interaksi yang menghubungkan itu, malah menjadikan manusia merasa sendiri.
Di tengah keramaian dalam bersosial media, manusia justru merasa kesepian.
Perasaan terhubung di sosial media, tidak menghilangkan perasaan sepi. Seseorang bisa begitu aktif di dunia maya, namun minim interaksi sosial (dalam dunia nyata).
Fenomena ini, akhirnya menarik perhatian mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Mereka melakukan riset berjudul “Loneliness in the Crowd: Eksplorasi Literasi Media Digital pada Fenomena Kesepian di TikTok melalui Konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual.”
Menurut teori hiperrealitas, representasi digital kerap dianggap lebih ‘nyata’ daripada realitas itu sendiri. Sehingga emosi yang dibentuk media dapat memengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang.
Media sosial bukanlah hal baru di era sekarang. Global Digital Reports dari Data Reportal bahkan melaporkan ada 5,25 miliar orang yang aktif di media sosial.
Uniknya, perasaan terhubung ini tidak menghilangkan perasaan sepi. Linimasa yang dipenuhi video hiburan dan kisah personal, masih membuat banyak pengguna merasa terasing dari dunia nyata (DetikEdu,18/9/2025).
Fifin Anggela Prista, ketua tim riset, mengungkapkan ide penelitian berawal dari pengamatan sehari-hari terhadap kebiasaan Gen Z yang hampir selalu berselancar di media sosial, khususnyaTikTok. Situasi tersebut memunculkan pertanyaan: Mengapa seseorang bisa begitu aktif di dunia maya, tetapi minim interaksi sosial secara langsung?
Setelah berdiskusi dengan anggota tim, mereka menyadari pengalaman serupa juga dialami banyak orang di sekitar. Dari riset kecil-kecilan, mereka menemukan keterkaitan antara penggunaan media sosial yang berlebihan dengan rasa kesepian, insecure, bahkan masalah kesehatan mental,” jelas Fifin dalam laman UMY (dikutip DetikEdu,14/9/2025).
Dampak Buruk Sosial Media terjadi dalam Sistem Sekuler Liberal
Lonely in the crowd adalah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti merasa kesepian di tengah keramaian. Fenomena ini menggambarkan perasaan kosong atau terisolasi secara emosional meskipun berada di sekitar banyak orang, baik itu teman, keluarga, atau orang asing, dan seringkali dikaitkan dengan penggunaan media sosial yang berlebihan.
Seseorang yang memiliki banyak teman di media sosial dan grup WhatsApp, tetapi tetap merasa hampa di hati, adalah contoh dari “lonely in the crowd”.
Inilah dampak buruk sosial media ketika tidak terkontrol oleh sistem media yang positif.
Hari ini, media komunikasi dan informasi dikendalikan oleh sistem sekuler liberal. Aturan yang dijalankan oleh negara kapitalis, termasuk di negara kita. Nampak masyarakat menggunakan media dengan semaunya. Tanpa batasan norma, etika, apalagi aturan agama. Masyarakat bebas menjangkau media apa saja yang mereka ingingkan. Bahkan sosial media terus mengarus deraskan informasi, entah yang dihekendaki pengguna sosmed maupun tidak dikehendaki. Negara yang seharusnya menjadi pengontrol utama media, tidak begitu tegas mengatur sistem informasi dan komunikasi, termasuk dalam bersosial media.
Di tengah hiruk-pikuk bermedia sosial, justru masyarakat di era digital kini banyak yang merasa kesepian. Gen Z disebut generasi yang paling merasa kesepian, insecure bahkan mengalami kesehatan mental. Tentu hal ini bukan sekedar persoalan kurangnya literasi digital dan manajemen penggunaan gawai.
Sementara, Industri kapitalis telah menciptakan arus di sosial media menimbulkan dampak buruk. Kehidupan dunia maya memberi efek yang begitu nyata, masyarakat tidak mudah lagi bergaul di dunia nyata. Mereka mengalami sikap asosial. Di tempat umum, nampak mereka dengan gawainya masing-masing.
Walau duduk saling berdampingan, hampir tidak ditemui untuk saling sapa. Bahkan, di tengah keluarga pun pola hubungan diantara anggota keluarga terasa renggang, sebagai efek media sosial.
Akhirnya sikap asosial dan perasaan kesepian berdampak buruk bagi umat manusia. Terlebih bagi generasi muda, yang sebenarnya punya potensi besar untuk menghasilkan karya-karya produktif. Mereka telah menjadi generasi yang tak berdaya, tidak produktif, dan maunya serba instan. Bagaimana mungkin generasi bangsa ini peduli dengan urusan masyarakat, jika urusan pribadinya saja sudah diratapi. Mereka terjebak dalam kesepian dirinya.
Islam sebagai Solusi
Masyarakat harus menyadari bahwa sistem sekuler liberal yang dijalankan di negara ini, menjadi akar masalah fenomena lonely in the crowd. Sebagai dampaknya, media sosial tidak dikelola dengan bijak. Hingga menjadikan banyak orang makin asosial, dan akhirnya masyarakat merasa terus merasa kesepian walau berada dalam keramaian. Fenomena ini tentu merugikan masyarakat, merugikan umat manusia.
Masyarakat semestinya menjadikan Islam sebagai identitas utama, tidak terus menerus menjadi korban sistem sekuler liberal. Kembali kepada fitrah penciptaannya, menyadari setiap amal perbuatan di dunia (baik dunia nyata, maupun dunia maya) semua akan dimintai pertanggung jawaban di akherat.
Peran negara pun penting dalam mengendalikan pemanfaatan dunia digital. Yang akan mendorong masyarakat khususnya generasi muda agar tetap produktif dan berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat.
Dalam Islam, negara menyokong penuh pemberdayaan masyarakat, dengan mewujudkan generasi gemilang. Melalui sistem pendidikan yang baik dan bermutu, mampu melahirkan masyarakat yang bijak saat berinteraksi, baik dunia nyata maupun dunia maya, termasuk dalam bersosial media.
Negara juga menyediakan media yang positif. Mengontrol bahkan menghilangkan akses media yang merugikan masyarakat. Negara memberi aturan yang jelas kepada masyarakat, dalam penggunaan media dan berkomunikasi. Juga menjalankan sanksi yang tegas atas pelanggaran interaksi masyarakat. Baik melalui sosial media maupun interaksi langsung, kesemuanya adalah nyata sehingga perlu dipertanggung jawabkan.
Apa yang menjadi peran negara dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Karena negara sebagai roo’iin (pelindung) bagi masyarakat. Semua hal tersebut tentu dapat terlaksana, jika pemerintahan negeri ini dijalankan atas sistem Islam. Aturan yang berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur Kehidupan manusia. Melalui pemimpin yg sadar akan amanahnya, in syaa Allah negara kita penuh keberkahan, masyarakat bahagia dan sejahtera.
WallahuA’lam