Oleh: Fitra Hadun
Radarsultim.com, Luwuk – Pemadaman listrik, internet, telekomunikasi putus total di Gaza sejak 18 September 2025. Situasi itu membuat 800.000 warga Gaza terisolir dari dunia luar.
Penyebab padamnya listrik, internet, dan telekomunikasi karena serangan Israel yang melumpuhkan jalur infrastruktur utama termasuk jalur komunikasi utama. Dalam kondisi tersebut ribuan tank dikerahkan untuk mengepung warga sipil.
Pemadaman internet dan telepon di Gaza membuat keluarga terpisah tanpa kabar, lembaga kemanusiaan kesulitan memantau korban, dan rumah sakit terhambat berkoordinasi dalam mengevakuasi pasien. Banyak warga bahkan terpaksa mencari sinyal lemah lewat e-SIM di tempat tinggi untuk sekadar mengirim pesan darurat, menambah kepanikan warga, sekaligus menjadi pertanda operasi darat Israel bakal meningkat.
Kondisi yang tegang dan mencekam di Gaza menimbulkan kekhawatiran yang meluas tentang apa yang akan terjadi kedepan. Warga Palestina di lapangan mengatakan kepada Middle East Eye bahwa mereka sedang mengalami tahap terburuk genosida di Gaza.
Israel punya tujuan besar yakni ingin menduduki wilayah Palestina sepenuhnya. Israel juga melakukan pengosongan wilayah Gaza dengan membuka jalur evakuasi Salah al-Din. (Pada Kamis 18/9/2025)
Harapan Semu Jalur Evakuasi Gaza, Butuh Solusi Hakiki
Jalur evakuasi yang diklaim Israel sebagai zona aman nyatanya tidak benar-benar aman, faktanya kondisi dijalur evakuasi tidak menjamin keselamatan maupun kehidupan layak bagi warga Gaza. Jalur evakuasi hanyalah strategi Israel untuk mempercepat pengosongan wilayah strategis di Gaza.
Meskipun negara-negara di dunia mengecam dan mengembargo, Israel tetap bergeming. Belgia menerapkan larangan impor dari Israel. Spanyol mengubah embargo senjata de facto yang berlaku saat ini menjadi undang-undang, dan melarang kapal dan pesawat yang membawa senjata ke Israel untuk berlabuh di pelabuhan Spanyol atau memasuki wilayah udaranya. Norwegia akan melakukan divestasi dari perusahaan -perusahaan yang terdaftar di Israel. Uni Eropa, berencana memberi sanksi kepada menteri sayap kanan dan menangguhkan sebagian elemen perdagangan dari perjanjian dengan Israel.
Di Hollywood, surat penyeruan boikot terhadap perusahaan, festival, dan penyiaran Israel, telah ditandatangani oleh lebih dari 4.000 orang dalam sepekan. Demikian juga di bidang olahraga (balap sepeda dan catur)
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Anwar Iskandar, menyatakan harapannya agar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Darurat Arab–Islam yang digelar pada Senin, 15 September 2025 dapat menghasilkan keputusan tegas untuk menghentikan genosida di Palestina.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam sidang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Darurat Arab–Islam menegaskan akan menghentikan dukungan bilateral terhadap Israel karena kebiadabannya di Gaza dinilai telah melampaui batas kemanusiaan. Sikap serupa juga akan diambil sejumlah negara Arab dan dunia Islam dalam KTT Darurat yang berlangsung di Qatar. Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, bahkan menyerukan agar seluruh dunia bangkit memberikan perlawanan terhadap Israel.
Namun sampai hari ini genosida di Gaza masih terus berlanjut dan belum menemui titik terang.
Fakta ini menguatkan kita bahwa Israel tidak lagi mempan dengan sekedar kecaman, boikot, apalagi solusi yang ditempuh melalui PBB. Butuh langkah dan tindakan yang nyata dan sepadan untuk menghentikan Genosida yang dilakuan oleh Israel.
KTT Darurat Arab- Islam harusnya fokus menyatukan kekuatan umat Islam diseluruh dunia untuk berjihad membebaskan Palestina. Karena Palestina tidak lagi butuh sekedar kecaman ataupun retorika pemanis dari pemimpin negeri-negeri muslim, palestina butuh segera tentara Islam untuk membebaskannya. Sekat-sekat nasionalisme yang telah lama melilit negeri-negeri muslim harus segera dilepaskan dan diganti dengan persatuan Umat Islam. Karena hanya dengan persatuan umatlah Palestina dapat dibebaskan.