Scroll untuk baca artikel
Berita Terkini

Gen Z menganggur, Negara  gagal ciptakan lapangan pekerjaan?

59
×

Gen Z menganggur, Negara  gagal ciptakan lapangan pekerjaan?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Indra Pakaya

Minimnya lapangan kerja di Negara ini memang sungguh memprihatinkan. Baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 9,9jt Gen Z, yang saat ini memasuki usia produktif, masih menganggur.

iklan : warmindo

Dilansir dari Kumparan.com Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, bicara mengenai data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 hingga 24 tahun.

Ida mengatakan angka pengangguran ini terbanyak statusnya sedang mencari pekerjaan usai lepas dari masa pendidikan. Namun, mereka tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Menurut Ida tingginya jumlah pengangguran karena ketidak cocokan antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu pemerintah berupaya dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 terkait pelatihan vokasi yang menghubungkan pendidikan dengan dunia kerja.

Maraknya pengangguran di kalangan Gen Z dapat mengancam bonus demografi Indonesia di tahun 2045. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya turunnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS bulan Februari tahun 2009, 2014, 2019, dan 2024 menunjukkan adanya tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Pekerja sektor formal yakni mereka yang memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa peluang mendapatkan pekerjaan di Indonesia semakin sulit. (https://money.kompas.com 24/05/24)

Banyaknya pengangguran dan minimnya lapangan kerja menunjukan gagalnya Negara dalam mensejahterakan rakyat terkhusus para gen Z. Jumlah demografi generasi muda yang besar seharusnya diiringi dengan terbukanya lapangan kerja sebesar-besarnya, dan hal ini merupakan tanggung jawab negara. Namun yang terjadi justru sebaliknya, negara hanya bisa menyiapkan generasi setengah hati melalui sistem pendidikan berbasis sekularisme. Sehingga pendidikan tidak mampu mencetak output yang cerdas, bermoral serta mempunyai skill yang mumpuni. Pendidikan hanya menjadi pencetak buruh instan dengan beban tugas-tugas dan orientasi nilai semata. Pelatihan skill diserahkan kepada swasta dalam bentuk kerja sama pemerintah dengan perusahaan.

Negara tidak bisa berdiam diri dan berpangku tangan terhadap persoalan ini. Karena jika tidak maka akan berdampak buruk terhadap masa depan generasi. Meningkatnya angka kriminalitas dan angka bunuh diri banyak dipicu oleh problem ekonomi yang menghimpit kehidupan rakyat.

Membiarkan problem berarti mengubah negeri ini menjadi negeri yang tidak aman dengan tatanan sosial yang rusak.

Padahal, Sumber Daya Alam (SDA) Negara yang begitu berlimpah, seharusnya bisa menjadi peluang terbukanya lapangan kerja yang begitu besar dan lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyat. Sayangnya Negara justru memberikan peluang kepada swasta asing untuk berinvestasi dan merampok kekayaan alam milik rakyat. Alhasil generasi muda hanya menjadi penonton di Negerinya sendiri, ketimpangan sosial dan ekonomipun terjadi.

Inilah bukti dari rusaknya sistem Kapitalis yang bercokol di Negeri ini. Sistem ini hanya berpihak kepada pemilik modal. Penguasa dan pengusaha bekerja sama merampok kekayaan alam hingga Negara kehilangan kemampuan untuk menjaga kedaulatannya. Akibatnya rakyatlah yang menderita sementara mereka menikmati kemewahan dan melanggengkan kekuasaannya.

Berbeda dengan islam yang menjadikan pengelolaan sumber daya alam sebagai kepemilikan umum. Pengelolaan secara amanah yang memberikan output besar kepada generasi muda dengan membuka lapangan pekerjaan sebesar besarnya.

Islam tidak akan membiarkan pengangguran merajalela terlebih jika sudah memasuki usia produktif. Karena islam paham betul mencari nafkah adalah kewajiban bagi laki-laki. Maka negara akan mendorong setiap laki-laki untuk menjalankan kewajibannya dengan memberikan lapangan kerja, modal,maupun bekal kertrampilan agar mereka bisa menjalankan kewajibannya.

Selain itu pendidikan di dalam Islam juga disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan dari pendidikan itu yakni mencetak generasi berilmu tinggi dan berkarakter Islam. Lulusan yang di hasilkan tidak akan menjadi budak materi layaknya sistem Kapitalis. Melainkan generasi penerus yang dapat bekerja sekaligus mengamalkan setiap ilmu yang dimiliki hingga mampu membangun peradaban yang mulia.

Sudah saatnya Negara melepaskan diri dari cengkraman Kapitalisme dan beralih pada penerapan Islam seutuhnya. Karena hanya dengan Islam, seluruh persoalan tuntas terselesaikan dan terjamin keberlangsungan hidup seluruh umat manusia. Wallahu’alam bishowab.

google news