Scroll untuk baca artikel
Berita TerkiniOpini

Generasi Muda Takut Nikah, Akibat Luka Ekonomi Kapitalisme

20
×

Generasi Muda Takut Nikah, Akibat Luka Ekonomi Kapitalisme

Sebarkan artikel ini
Oleh: Fitri Hadun

RADAR SULTIM – Akhir-akhir ini di media sosial sedang hangat diperbincangkan tentang “fenomena generasi muda yang lebih takut miskin, daripada takut tidak menikah”. Banyak dari generasi muda yang menunda menikah. Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 69,75% pemuda usia 16–30 tahun tercatat belum menikah (Eksplora.id, 11/02/2025) Bukan karena tidak mau menikah, tapi keinginan untuk menikah dikesampingkan dulu. Mengingat kondisi ekonomi sekarang yang serba susah; biaya hidup melambung, rumah sulit dijangkau, pekerjaan tidak menentu, dan ketidakpastian finansial, membuat ragu untuk memulai rumah tangga.

Trend narasi “marriage is scary” menunjukkan ketakutan melangkah ke dunia pernikahan yang dianggap membutuhkan biaya besar. Mereka takut menikah bukan karena takut berkomitmen, melainkan takut terjebak dalam kemiskinan Padahal menikah adalah jalan mulia. Bahkan, Jika angka pernikahan menurun, maka generasi produktif yang bermanfaat bagi suatu bangsa akan sedikit, sehingga mempengaruhi kondisi suatu masyarakat maupun bangsa.

iklan : warmindo

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini telah membuat beban ekonomi ditanggung oleh rakyat secara individu. Negara tidak menjamin kehidupan dan kesejahteraan rakyat, hanya berperan sebagai pengatur pasar. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri ditengah beban ekonomi yang susah hari ini. Padahal dalam Islam, rakyat tidak dibiarkan menanggung bebannya sendiri, tapi negara wajib memastikan kebaikan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam sabda Rasulullah SAW “

Sejarah mencatat bahwa kesejahteraan masyarakat dapat dicapai jika negara bertanggung jawab penuh menjamin rakyatnya. Misalnya pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, pemasukan negara dikelola untuk kepentingan rakyat. Sehingga pada masa itu, tidak ada satupun  rakyat yang membutuhkan zakat. Kondisi ini menunjukkan bagaimana khalifah berhasil mengelola pemasukan negara untuk memastikan tidak satupun rakyat yang miskin.  Hal itu, terjadi karena negara dalam Islam mengelola sendiri SDA rakyat, sehingga dapat membantu kesejahteraan rakyat dan membuka lapangan pekerjaan secara luas. Negara dalam Islam memahami bahwa haram menyerahkan pengelolaan SDA rakyat kepada individu maupun swasta.

Inilah fakta sejarah bahwa ketika negara menjalankan fungsinya sebagai penanggung jawab rakyat, maka kehidupan rakyat akan terjamin sehingga jauh dari ketakutan hidup dalam kemiskinan

Pengaturan Hidup Dalam Sistem Islam

Islam bukan hanya agama yang mengatur tentang ibadah.Tetapi, Islam sebuah sistem yang mengatur seluruh kehidupan, termasuk ekonomi, sosial,  keluarga dan fungsi negara. Ketika Islam diterapkan ketakutan miskin dan lainnya dapat diatasi. Sebab Islam menetapkan sebagai berikut:

  • Negara dalam Islam menetapkan bahwa negara wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang dan papan. Dengan cara menjamin lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki sehingga dapat menafkahi keluarga. Negara juga mengelola SDA untuk kepentingan rakyat. Ketika biaya hidup terjangkau dan peluang kerja terbuka, anak muda tidak lagi melihat pernikahan sebagai beban ekonomi. Rasa takut miskin pun melemah karena negara hadir sebagai penopang, bukan penonton.
  • Pengelolaan Kekayaan yang Adil. Allah menegaskan:

“…agar harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian (QS. Al-Hasyr: 7)

Ayat ini mengajarkan bahwa distribusi kekayaan harus merata. Sistem Islam memastikan kekayaan tidak hanya dikuasai segelintir orang. Dengan pengelolaan ini, ketimpangan berkurang dan kecemasan ekonomi berangsur hilang.

  • Pendidikan yang Menguatkan Mental, Bukan Menumbuhkan Hedonisme. Pendidikan dalam Islam tidak hanya mengejar prestasi akademik, tetapi membentuk kepribadian beriman, yang mampu menghadapi kehidupan dengan keberanian dan optimisme. Generasi muda yang kuat secara mental tidak mudah takut pada masa depan, karena mereka yakin bahwa kehidupan memiliki arah dan nilai, bukan sekadar mengejar materi dan gaya hidup.
  • Pernikahan Diposisikan sebagai Ibadah, Bukan Beban. Islam memuliakan pernikahan dan menjadikannya bagian dari ibadah. Ketika seluruh sistem mendukung pernikahan—mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga peran negara—maka pernikahan bukan lagi sekadar biaya, tetapi jalan menuju ketenteraman dan keberkahan. Dengan tatanan hidup yang komprehensif ini, ketakutan akan masa depan menjadi jauh lebih kecil. Manusia tidak berjalan sendiri, karena negara, masyarakat, dan nilai kehidupan bergerak bersama menopang setiap individu.

Jadi, Generasi muda sebenarnya bukan takut menikah, tetapi takut miskin, takut terjebak dalam beban ekonomi, dan takut menghadapi masa depan yang tidak pasti. Ketakutan itu tidak lahir dari kelemahan pribadi, tetapi dari sistem ekonomi yang membuat manusia harus bertahan hidup sendirian. Islam menawarkan jalan keluar yang jelas: negara yang hadir, ekonomi yang adil, masyarakat yang mendukung, dan nilai-nilai yang memberi ketenangan. Ketika tatanan kehidupan diatur sesuai syariat, kebahagiaan tidak lagi menjadi beban, dan pernikahan kembali menjadi ruang kasih sayang sebagaimana yang dijanjikan Allah

google news