RADAR SULTIM – IMM cabang Luwuk Banggai menilai Bupati Banggai Amirudin kerap melanggar prosedur penggantian pejabat, seperti dalam kasus kepala BPKAD, Marsidin Ribangka.
Hal itu seperti rilis tertulis yang diterima awak media ini, Selasa 26 September 2023.
Dalam rilisnya, disebutkan menanggapi permasalahan adminsitrasi ASN di tubuh Pemda Banggai yang terus berlanjut, baik masalah mantan kepala BPKAD Marsidin Ribangka yang telah dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan Jabatan dan masalah prosedural ASN yang lain.
Kabid Advokasi IMM Banggai Risaldi Sibay yang mengawal kasus tersebut memberikan komentarnya, jika sejak dibebastugaskan selama 14 bulan, Marsidin Ribangka belum pernah sekalipun mendaptkan surat keputusan (SK) pembebasan dari jabatannya atau non job tersebut.
“Yang berarti status non job tersebut tidak berkekuatan hukum,” kata dia.
Lebih lanjut, disebutkan kalaupun benar ada non job maka prosedurnyapun cacat formil.
Karena dalam Peraturan Pemerintah (PP) 94 tahun 2021 pemberian non job masuk tahapan sanksi kedisiplinan mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan atau tim pemeriksa yang dilakukan secara tertutup dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan, pengumpulan bukti dan keterangan saksi.
“Dan sanki yang diberikan pun harus berjenjang, yang sampai sekarang tidak pernah dilakukan kepada yang bersangkutan.
“Lebih parahnya persoalan pembebas tugasan atau non job bapak Marsidin malah dipertontonkan di media elektronik oleh Bupati, yang terkesan sangat tidak etis, padahal aturan masalah non job ini harus diselesaikan secara tertutup,” tandas Risaldy Sibay, Kabid Advokasi IMM Banggai.
Belum selesai soal prosedur non job, sambungnya, Bupati Banggai menambah hukuman Marsidin dengan penurunan jabatan 1 tingkat lebih rendah.
Sehingga yang bersangkutan menerima 2 kali hukuman untuk 1 pelanggran.
“Hal ini melanggar PP 94 tahun 2021 pasal 35 ayat 3. Dan sekali lagi SK penurunan jabatan 1 tingkat lebih rendah itu belum pernah diterima Marsidin Ribangka.
“Dan yang bersangkutan menolak surat tersebut,” ujar dia.
Adapun penolakannya dikatakan lagi adalah karena susunan tim komisi etik tidak sah, karena terdapat pejabat pemeriksa yang pangkatnya lebih rendah dari pada jabatan Marsidin.
Hal itu dikatakan tidak sesuai dengan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 6 Tahun 2022 pasal 38 ayat 4.
“Penjatuhan hukuman tidak memperhatikan jenis pelanggaran padahal pelanggaran yang dilakukan dengan ucapan ‘sembarang dia itu’ diucapkan tidak dengan sengaja dan tidak berniat menghina.
“Karena Marsidin tidak tahu kalau pembicaraan itu telah dispeaker dengan perintah Bupati Banggai,” tandas Risaldy lagi.
Hal itu dinilai melanggar Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 6 Tahun 2022 pasal 46 ayat 1.
Dimana Surat keputusan hukuman disiplin diserahkan melebihi 14 hari kerja.
SK hukuman tertanggal 22 Agustus 2023 sedangkan penerimaan SK tertanggal 25 September 2023 atau telah mencapai 25 hari kerja.
Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 6 Tahun 2022 pasal 49 ayat 6.
Yang sebutkan pemberian hukuman diumumkan terbuka di media elektronik tertanggal 5 September 2023 sebelum SK hukuman tersebut diterima sebagai yang terhukum, hal ini bertentangan dengan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 6 Tahun 2022 pasal 49 ayat 4 dan 5.
“Terjadi hukuman ganda terhadap Marsidin dengan terbitnya SK hukuman disiplin nomor : 800/1277/BPKSDM tanggal 22 Agustus 2023 tentang penurunan jabatan 1 tingkat.
“Karena sebelumnya yang bersangkutan telah menjalani hukuman pemberhentian dari jabatan kepala BPKAD menjadi pelaksana selama 14 bulan.
” Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2021 pasal 35 ayat 3.
“Terjadi kebingungan atas status Marsidin antara diturunkan atau naik jabatan karena Surat Keputusan Bupati Banggai nomor :800/1277/BKPSDM sedangkan selama 14 bulan ini statusnya berdasarkan Surat Keputusan Bupati Banggai Nomor 820/1507/BKPSDM tanggal 1 September adalah analis kelembagaan pada bagian organisasi Setda Kabupaten Banggai (Staff Pelaksana).
“Tidak ada SK pengangkatan Kembali dalam jabatan semula di BPKAD.
Disamping itu ada beberapa masalah administrasi lain yang disebutkan pihak IMM dilanggar oleh Bupati Banggai, diantaranya:
Pembebasan tugas pejabat eselon 2 pada Dinas Perikanan tanpa SK hukuman disiplin tidak sesuai yang di arahkan PP 94 tahun 2021. Kepala Dinas Perikanan atas nama Benyamin Pongdatu telah di bebastugaskan tanpa SK Hukuman Disiplin selama 13 bulan sejak bulan Agustus 2022 tetapi baru di BAP oleh Komisi Etik pada tanggal 18 september 2023.
Demosi ratusan pejabat eselon IV tanpa BAP dan pengisian jabatan Fungsional tanpa uji kompetensi yang adalah jelas-jelas melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan SK yang dikeluarkan kepada ratusan pejabat tersebut jelas tidak sah.
Telah terbitnya Rekomendasi KASN tertanggal 20 Januari 2023 untuk Andi Zaifullah namun sudah 9 bulan berjalan tetapi Bupati Banggai tidak mau melaksanakan rekomendasi tersebut tanpa alasan yang jelas, padahal keputusan KASN bersifat mengikat.
Pengangkatan Plt RSUD yang cacat prosedur dan administrasi karena pejabat yang ditunjuk adalah pensiunan ASN sehingga tidak sesuai aturan.
Menurut Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang BLUD pasal 3 ayat (8) dikatakan Pejabat Pengelola yang berasal dari tenaga professional lainnya dimaksud ayat (5) diangkat untuk masa jabatan paling lama 5 tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali periode masa jabatan berikutnya.
Dan Ayat (9) sebutkan pengangkatan kembali untuk periode masa jabatan berikutnya paling tinggi berusia 60 tahun.
“Padahal pejabat yang diangkat tidak pernah menjadi profesional sebelumnya, tetapi adalah ASN yang pensiun kemudian langsung disambung dengan penunjukan sebagai tenaga profesional.
“Apa yang dilakukan Bupati Banggai dapat dikategorikan keputusan yang sewenang-wenang,” ketusnya.
Hal itu ditegaskan bertentangan dengan kewajiban, kepatutan, ketelitian, sikap kehati-hatian yang seharusnya dimiliki oleh Kepala Daerah.
Sehingga sampai merugikan kepentingan dan hak pejabat/orang lain.
Keputusan Bupati ditambahkan pula dapat dikategorikan melawan hukum (Onrectmatige Overheidsdaad) baik secara prosedural, substansial, dan dilakukan dengan cara menyalahgunakan kewenangan bahkan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
“Dan bisa dipidana dalam bentuk tindak pidana kejahatan jabatan yang diatur dalam KUHP, lebih lagi menjurus pada unsur pencemaran nama baik jika beberapa pencopotan jabatan diatas mampu dibuktikan oleh yang bersangkutan.
“Bahwa tidak benar melakukan kesalahan dan pelanggaran berat sebagaimana disebutkan,” akhir rilis pihak IMM Banggai.