Oleh Zulfaina K, S.Pd
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Radarsultim.com – Kondisi perang yang tidak seimbang terus mendera Gaza. Penjajah Zionis dengan biadab melancarkan pengeboman terhadap pusat-pusat pendidikan, fasilitas kesehatan, bahkan tempat ibadah. Mereka berusaha mengosongkan Gaza melalui pembunuhan massal, pelaparan, hingga penghancuran infrastruktur kehidupan. Situasi ini sudah sangat buruk dan terus bertambah buruk.
Namun, di tengah kondisi yang mencekam, anak-anak Gaza tetap teguh. Mereka belajar dengan penuh kesungguhan, tetap berprestasi, dan bercita-cita besar untuk tetap tinggal di tanah air mereka. Gaza tidak hanya melahirkan para pejuang bersenjata, tetapi juga generasi muda yang bersenjatakan ilmu dan ketakwaan.
Hal tersebut berbeda jauh dengan fenomena yang kini merebak di banyak kampus di dunia, termasuk Indonesia: duck syndrome. Fenomena ini pertama kali digambarkan dari mahasiswa Universitas Stanford, yang terlihat tenang di permukaan seperti bebek yang mengapung di air padahal di bawahnya mereka sedang “berenang” dengan susah payah, berjuang melawan tekanan besar. Hal serupa juga dirasakan banyak mahasiswa Indonesia: harus memenuhi ekspektasi tinggi dari diri sendiri maupun lingkungan, padahal batinnya penuh stres dan kecemasan. (feb.ugm.ac.id, 8/8/2025)
Generasi Gaza terus dibina agar kelak menjadi penjaga Masjid Al-Aqsa. Pendidikan Qur’ani tetap berjalan meski di tengah bom yang menghujani. Orang tua, para remaja, bahkan nenek-nenek tetap mengambil peran memberikan pelajaran, mengajarkan Al-Qur’an, dan menanamkan kepribadian Islam pada anak-anak mereka.
Anak-anak Gaza tidak pernah menjadikan perang sebagai alasan berhenti menuntut ilmu. Banyak dari mereka yang tetap menuntaskan pendidikan meski orang tuanya telah syahid. Ketangguhan mereka lahir dari pemahaman hakikat hidup yang tertanam sejak kecil—bahwa hidup hanyalah untuk beribadah kepada Allah dan memperjuangkan agamanya.
Di tengah gemuruh perang, kita dapat melihat generasi Gaza tampil sebagai potret ketangguhan iman. Anak-anak dan pemuda mereka tumbuh dengan hati yang kuat dan tangguh, meski setiap hari dikepung bom dan derita. Mereka sadar dan yakin bahwa Allah senantiasa menguji hambanya sesuai dengan kemampuannya. Selaras dengan firman-Nya:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (TQS. Al-Baqarah: 286).
Inilah yang menjadi rahasia mengapa mereka mampu bertahan. Mereka yakin bahwa setiap ujian pasti bisa dilalui dengan iman dan kesabaran serta kesadaran untuk senantiasa bertahan dalam menjaga amanah Allah. Bahkan rela syahid melawan penjajah Zionis dan bersungguh-sungguh berjihad dijalan Allah ﷻ serta mengharap ridha-Nya.
Generasi Gaza memilih sabar dan tawakal, sementara banyak pemuda kita masih terjebak dalam keresahan batin karena jauh dari Allah.
Kuncinya ada dalam firman Allah ﷻ:
“Janganlah kamu merasa lemah dan jangan bersedih hati, padahal kamulah yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.” (TQS. Ali ‘Imran: 139).
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS. Ar-Ra‘d: 28).
Berbanding terbalik dengan fenomena mahasiswa yang hidup dalam jeratan sistem kapitalisme sekuler. Tekanan perfeksionisme, tuntutan standar hidup ala kapitalisme, dan gaya hidup konsumtif telah membuat banyak generasi muda rentan stres, depresi, bahkan kehilangan arah hidup. Apalagi ditambah lemahnya iman, rendahnya kesadaran politik, serta ketidakpahaman terhadap hakikat amal dan prioritas hidup. Sistem sekuler kapitalisme melahirkan krisis multidimensi yang mustahil dihadapi secara individual.
Dengan demikian, kita menyaksikan fenomena Duck Syndrome menjangkit di kalangan pemuda. Mereka tampak tenang di luar, tetapi hatinya bergejolak, tertekan, dan hampir tenggelam oleh tuntutan hidup modern. Padahal mereka hidup di tengah keamanan dan kenyamanan. Inilah paradoks zaman: tanpa iman, kenyamanan bisa berubah menjadi tekanan.
Allah ﷻ sudah mengingatkan dalam firman-Nya:
“Dan sungguh akan Kami uji dengan sedikit rasa takut, lapar, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (TQS. Al-Baqarah: 155).
Anak-anak Gaza berhak merasakan kehidupan mulia dalam naungan syariat Islam. Maka, perjuangan untuk menegakkan kembali khilafah menjadi sebuah keniscayaan. Perjuangan ini memerlukan dukungan seluruh umat, termasuk para pemuda dan mahasiswa Muslim.
Ketangguhan anak-anak Gaza harus menjadi inspirasi nyata bagi generasi muda yang terjebak duck syndrome. Jika anak Gaza bisa tetap belajar dan berprestasi di tengah hujan bom, mengapa mahasiswa kita harus kalah oleh tekanan akademik dalam kondisi damai?
Sudah saatnya generasi muda Muslim kembali memahami identitas hakikinya. Standar kapitalisme hanya melahirkan stres dan kehampaan. Islam justru memberikan arah hidup, makna perjuangan, serta ketenangan sejati. Oleh karena itu, generasi muda Muslim membutuhkan mempelajari Islam secara menyeluruh dan menyadari pentingnya penerapan Islam dalam segala aspek kehidupan. Sebab, Islam bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun diturunkan sebagai petunjuk untuk seluruh manusia.
Semua itu membutuhkan penyadaran politik bahwa perubahan sistem adalah kebutuhan mendesak. Sistem Islam bukan hanya solusi bagi krisis multidimensi generasi muda, tapi juga jalan untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajahan Zionis.
Butuh penyatuan kekuatan kaum Muslimin untuk mengakhiri penjajahan di Gaza. Hanya dengan kekuatan politik dan militer umat Islam yang bersatu, komando jihad bisa digerakkan untuk menghentikan kezaliman Zionis dan AS.
Generasi Gaza adalah bukti nyata bagaimana Islam membentuk ketangguhan. Mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga berprestasi, sekaligus menjaga izzah umat. Inilah inspirasi yang seharusnya membangunkan generasi muda Muslim dari jebakan duck syndrome. Saatnya beralih dari hidup penuh tekanan ala kapitalisme menuju hidup bermakna dalam perjuangan Islam.
Hikmah:
Gaza mengajarkan: iman membuat jiwa kuat meski jasad menderita.
Duck Syndrome mengingatkan: tanpa iman, jiwa bisa rapuh meski jasad hidup nyaman.
Maka mari kita jadikan generasi Gaza sebagai inspirasi. Bangun iman, dekatkan diri pada Allah, dan tumbuhkan jiwa yang tangguh. Sebab tantangan zaman tidak selalu berupa bom dan senjata, tetapi juga berupa tekanan mental yang menggerogoti hati.
Wallahu a’lam bishowab.[]