RADAR SULTIM – Isu adanya dugaan kriminalisasi aparat kepolisian terhadap petani sawit di Batui, ikut menjadi perhatian Bupati Banggai Ir H Amirudin.
Dalam rapat pokja penyelesaian permasalahan petani sawit di Batui dengan PT Sawindo Cemerlang, Kamis 4 Agustus 2022, Bupati Amirudin memberikan tanggapannya soal isu tersebut.
“Dalam rapat ini, saya juga akan membahas tentang sejumlah isu teraktual mengenai konflik petani sawit dengan Sawindo,” katanya.
Dugaan kriminalisasi petani sawit Batui yang dimaksud Bupati Banggai, mengenai ditetapkannya Demas Saampap sebagai tersangka kasus pencurian kelapa sawit atas laporan Sawindo.
Sebagian pihak, menuntut Pemerintah Daerah untuk bisa membebaskan petani Batui tersebut.
Bahkan menilai Pemerintah Daerah tak peduli dengan kriminalisasi yang terjadi pada rakyatnya.
Ditekankan kemudian oleh Bupati Amirudin, terkait isu kriminalisasi petani yang ditahan Polres Banggai, bukan kewenangan Pemda.
“Itu merupakan ranah hukum, pemerintah daerah tidak bisa ikut campur. Ada ranah masing-masing, kita tak berhak mencampurinya,” tegas Bupati Amirudin.
Sebelumnya diketahui, Demas Saampap (DS) ditetapkan status tersangka oleh penyidik Satreskrim Polres Banggai atas kasus pencurian kepala sawit di lokasi lahan HGU milik PT Sawindo Cemerlang di Balo, Desa Honbola, Kecamatan Batui.
“Penyidik telah memperoleh lebih dari 2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP. Diantaranya keterangan saksi, keterangan saksi Ahli petunjuk, surat dan keterangan tersangka.
“Untuk menetapkan DS sebagai tersangka dalam perkara pencurian kelapa sawit tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 107 undang-undang nomor 39 tahun 2014, atau pasal 362 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara,” papar Iptu Adi, pada Jumat 27 Mei 2022 lalu.
Tersangka disebutkannya bukan merupakan seorang petani atau plasma kelapa sawit. Namun merupakan seorang tengkulak.
Selama ini, DS dikatakan kerap memanfaatkan para petani dam warga setempat untuk melakukan pencurian sawit.
Dengan tujuan, supaya tersangka DS bisa terlepas dari jerat hukum.
“DS telah terbukti tertangkap tangan 2 kali menggerakkan petani atau warga setempat dengan imbalan sebesar Rp 2.000,- perjanjang, untuk melakukan pencurian kelapa sawit,” terang Iptu Adi.
Pencurian yang dilakukan DS, dilanjutkan Kasat Reskrim, pertama kali dilakukan pada November 2021.
“DS menyuruh lakukan hal tersebut melalui 2 orang anak,” imbuhnya.
Dan perbuatan kedua pada Maret 2022, DS kembali mengulangi perbuatannya dengan menggerakkan seorang anak dan seorang berinisial S,” papar Iptu Adi.
Para petani atau warga yang dilibatkan oleh tersangka DS, dikatakan Iptu Adi lagi jika statusnya merupakan saksi pada perkara ini.
“Jadi perlu diketahui oleh semua pihak bahwasannya penyidik hanya menetapkan tersangka DS yang notabene seorang tengkulak.
“Yang tidak memiliki alas hak atau bukti kepemilikan lokasi tanah di Balo Desa Honbola,” tegas Iptu Adi.
DS mengaku-aku memiliki lokasi dengan bukti SKPT yang diterbitkan oleh Kades Honbola dengan inisial YN yang menjabat dari tahun 2009-2014.
“Yang mana YN juga sempat menjadi tersangka dalam perkara pemalsuan surat yang ditangani oleh Polda Sulteng,” tandasnya.
Kewenangan Kepala Desa sendiri untuk membagikan lokasi tanah negara melalui penerbitan SKPT (Surat Keterangan Penguasaan Tanah), ditegaskan lagi oleh Kasat Reskrim, sudah dicabut dari Tahun 2009.
Penetapan DS sebagai tersangka oleh Polisi, kemudian dikecam Front Petani Batui Lingkar Sawit (FPBLS), yang kemudian menuding Sawindo melalui aparat hukum, telah melakukan kriminalisasi terhadap petani.