RADAR SULTIM – Kondisi lahan mangrove dan terumbu karang di Desa Balaigondi, Kecamatan Pagimana, terancam musnah akibat abrasi laut dan ulah nakal tangan manusia.
Desa Balaigondi, sebuah desa di Pulau Poat, wilayah terluar Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, memiliki luasan 12 km persegi dan berada di ujung utara pulau Poat yang terbagi dalam 4 wilayah administrasi desa.
Desa ini dulunya merupakan wilayah alami hutan mangrove jenis bakau (rhizopora sp) yang membentang hampir sepanjang pesisir pantai, kemudian disebutkan beberapa sumber setempat mulai didiami masyarakat yang berasal dari wilayah Bualemo, Pagimana, Nambo dan sebagainya.
Turun temurun, masyarakat Desa Balaigondi tetap menjaga kelestarian lahan mangrove karena dipercaya mangrove mampu jadi pelindung dari bencana, seperti air pasang bahkan tsunami.
Begitu pula dengan kelestarian terumbu karangnya.
Desa yang saat ini menjadi tempat bermukim 500 an orang dan mayoritas mengandalkan sektor perikanan sebagai sumber pendapatan, paham peran penting menjaga terumbu karang.
Selain sebagai habitat, terumbu karang juga menjadi tempat berlindung bagi ikan dan organisme lain, yang menjadi sumber makanan.
Namun kondisi lahan mangrove dan terumbu karang di Desa Balaigondi, saat ini mulai mengalami kerusakan.
Kepala Desa Balaigondi Syarif T Pagi, menyebutkan kekhawatirannya atas kondisi mangrove dan terumbu karang di wilayahnya.
Lahan mangrove di Desa Balaigondi, belakangan terus berkurang akibat abrasi laut.
“Untuk lahan mangrove dulunya ada di sepanjang pesisir pantai. Namun kini terus berkurang akibat abrasi,” ucapnya.
Lahan mangrove yang dulu lebat di sempadan pantai, kini mulai terkikis.
“Jika saat ini lahan mangrove di Balaigondi ada sekitar 5 hektar saja. Mangrovenya tinggal sedikit,” tambah Syarif T Pagi.
Kekhawatiran atas kondisi terumbu karang juga diungkapkan Kades Balaigondi itu.
Hal itu dikarenakan saat ini terumbu karang di sepanjang wilayah Desa Balagondi, nyaris rusak seluruhnya.
Kerusakan terumbu karang di Balaigondi, ujar Syarif T Pagi, disebabkan ulah tangan nakal manusia.
Yang melalukan pengeboman dan pembiusan secara ilegal, untuk menangkap ikan.
“Kalau soal kondisi terumbu karang, kami masyarakat Balaigondi sangat kecewa dengan pemerintah pak. Tidak ada perhatian, baik dari Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat.
“Seperti tak ada gunanya Menteri Lingkungan Hidup. Karena setiap hari, terjadi pengrusakkan terumbu karang akibat pengeboman dan pembiusan,” kecewanya.
Syarif T Pagi mengungkapkan, para pelaku pengrusakkan terumbu karang di wilayahnya, berasal dari orang-orang luar pulau Poat itu sendiri.
Seperti oknum-oknum yang berasal dari Desa Jayabakti dan dari Desa Samajatem.
“Kami sudah melaporkan hal ini ke Polairut dan mereka sudah pernah datang meninjau langsung. Sayangnya, sampai hari ini belum ada tindakan tegas yang dilakukan. Dan pengeboman serta pembiusan, masih terus terjadi,” tambah Syarif T Pagi.
“Dari masyarakat kami tidak ada yang lakukan seperti itu. Karena kami paham pentingnya menjaga terumbu karang,” tambah dia.
Harapan Syarif T Pagi, pemerintah maupun pihak berwenang bisa memberi perhatian bagi kondisi lingkungan hidup di Desa Balaigondi.
Dengan memberi bantuan untuk melakukan penanaman ulang demi memulihkan ekosistem mangrove di Desa Balaigondi.
Dan adanya tindakan tegas dari aparat berwenang, untuk menghentikan pengrusakkan terumbu karang yang hingga saat ini masih terus terjadi.