Scroll untuk baca artikel
Berita TerkiniRadar Terkini

Negara Tak Boleh Diam! GPB Sulteng Desak Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual Anak di Bangkep

21
×

Negara Tak Boleh Diam! GPB Sulteng Desak Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual Anak di Bangkep

Sebarkan artikel ini

RADAR SULTIM, PALU – Gerakan Perempuan Bersatu (GPB) Sulawesi Tengah menyuarakan keprihatinan mendalam atas kasus kekerasan seksual terhadap seorang siswi sekolah dasar di Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep). Ironisnya, kejahatan keji ini dilakukan oleh orang-orang terdekat korban sendiri: ayah, kakak, hingga ibunya yang tega menjual anaknya kepada pria lain.

Berdasarkan informasi dari kepolisian, sedikitnya delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang disebut GPB sebagai “extraordinary crime” atau kejahatan luar biasa terhadap anak.

iklan : warmindo

“Kasus ini bukan sekadar kriminalitas individu, tetapi pengkhianatan terhadap peran keluarga sebagai pelindung utama anak. Negara wajib hadir untuk memberikan keadilan bagi korban dan memastikan kasus serupa tidak terulang lagi,” tegas Nur Safitri Lasabani, Juru Bicara Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah sekaligus Direktur Eksekutif Yayasan Sikola Mombine, Kamis 9 Oktober 2025.

GPB Sulteng menuntut agar seluruh pelaku dijatuhi hukuman seberat-beratnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Hukuman yang dijatuhkan, menurut mereka, harus mencerminkan penderitaan korban sekaligus menjadi langkah pencegahan agar kekerasan seksual tidak kembali terulang.

“Pendekatan penghukuman harus fokus pada akuntabilitas dan pencegahan. Negara harus menjamin bahwa pelaku benar-benar mempertanggungjawabkan perbuatannya,” lanjut Nur Safitri.

Selain menghukum pelaku, GPB menekankan pentingnya pemulihan korban secara komprehensif. Mereka mendesak agar pekerja sosial, DP3A Bangkep, UPT PPA Provinsi, dan lembaga terkait segera menggelar case conference untuk menilai kondisi korban, mulai dari aspek keamanan, psikologis, sosial, hingga pengasuhan.

Pendampingan psikologis berkelanjutan juga dinilai wajib, agar korban tidak hanya pulih secara sementara tetapi bisa kembali tumbuh dengan dukungan emosional dan sosial jangka panjang. GPB juga menekankan restitusi finansial bagi korban, sesuai ketentuan UU Perlindungan Anak, yang harus difasilitasi Kejaksaan dan LPSK.

Lebih jauh, GPB meminta Pemkab Banggai Kepulauan segera membentuk tim krisis untuk mendampingi korban, menyediakan anggaran khusus perlindungan anak di APBD, serta memperkuat mekanisme pelaporan cepat di tingkat sekolah dan desa.

Gubernur Sulawesi Tengah juga didesak memastikan DP3A dan UPT PPA bertindak cepat, tepat, dan profesional dalam menangani kasus yang melibatkan keluarga inti korban ini.

“Jika ada kelalaian atau kelemahan dalam fungsi kelembagaan, maka perlu evaluasi menyeluruh agar perlindungan terhadap perempuan dan anak benar-benar efektif,” tegas Nur Safitri.

GPB juga meminta kepolisian tidak berhenti pada delapan tersangka. Aparat diminta menelusuri kemungkinan adanya jaringan perdagangan anak atau eksploitasi seksual yang lebih luas di Bangkep.

“Setiap pihak yang ikut memperjualbelikan anak harus diusut tuntas. Negara tidak boleh kalah dari pelaku kejahatan kemanusiaan seperti ini,” tandas Nur Safitri.

Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah terdiri dari sejumlah organisasi, di antaranya Yayasan Sikola Mombine, Libu Perempuan, KPKPST, SKP-HAM, LBH APIK, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan Solidaritas Perempuan Palu.***

google news