RADAR SULTIM – Hampir semua kalangan masyarakat Luwuk Banggai saat ini heboh membahas ditolaknya pengajuan asistensi perubahan APBD Kabupaten Banggai Tahun 2023 oleh Pemprov Sulteng.
Penolakan pengajuan asistensi oleh Pemprov Sulteng itu, berimbas pada terancamnya tak akan ada Perubahan APBD 2023 bagi Kabupaten Banggai.
Padahal, perubahan APBD tersebut sangat dibutuhkan untuk melanjutkan sejumlah program pembangunan yang sementara berjalan.
Penolakan oleh Pemprov Sulteng didasarkan pada PP Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana dalam pengajuan asistensi untuk perubahan APBD 2023 Kabupaten Banggai, mengalami keterlambatan.
Merujuk PP 12/2019 dimana pada pasal 179 ditegaskan seharusnya ranperda tentang perubahan APBD dilakukan oleh DPRD bersama Kepala Daerah paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan berakhir.
Atau dalam penanggalan yang dimaksud, berakhir pada 30 September 2023.
Lantas siapa yang harus bertanggungjawab atau disalahkan di balik keterlambatan pengajuan asistensi perubahan APBD 2023 itu?
Padahal, sejak PP 12 tahun 2019 diberlakukan dan di dalamnya ikut mengatur jadwal tahapannya, setiap tahunnya telah diterapkan, juga di Kabupaten Banggai.
Saat Bupati Amirudin sampaikan ditolaknya asistensi perubahan APBD 2023 oleh Pemprov Sulteng pada paripurna DPRD Banggai, Kamis kemarin, ruang rapat penuh ketegangan.
Puncak ketegangan dalam ruang rapat itu terjadi ketika Wakil Ketua II DPRD Samsulbahri Mang dari fraksi Golkar, berbicara keras secara langsung pada Ketua DPRD Banggai Suprapto dari fraksi PDI Perjuangan.
Politisi Golkar itu menyindir Ketua DPRD Banggai yang diduga menyebabkan keterlambatan ini, karena sikapnya yang bahkan tak pernah bisa diajak berbicara dengan pimpinan DPRD lainnya.
Tudingan yang dialamatkan pada Ketua DPRD Banggai kemudian diamini sejumlah anggota lainnya, yang menilai jika keterlambatan itu disebabkan paripurna yang juga lambat digelar.
Dimana tentu saja hal itu berada di bawah kewenangan Ketua DPRD.
Suprapto dengan pembawaannya yang selalu tenang (ciri khas ‘jowo’ nya) dan tak ingin memperpanjang ketegangan, mendapat tudingan itu lantas hanya mampu meminta maaf.
Seolah mengakui, jika keterlambatan pengajuan asistensi perubahan APBD 2023, merupakan kesalahannya.
Suprapto sebagai ketua DPRD, juga menyatakan jika dirinya tak memiliki niat untuk memperlambat perubahan APBD 2023, apalagi hingga menghambatnya.
Yang menarik kemudian ketika Suprapto mengungkapkan apa yang sebenarnya ada dalam tahapan pengajuan perubahan APBD 2023.
Di luar ruang rapat usai paripurna, Ketua DPRD Banggai mengemukakan jika nota keuangan dari pihak Pemda Banggai melalui TAPD, baru disampaikan pada tanggal 2 Oktober 2023.
Yang kemudian usai pembahasan bersama DPRD dan Pemda Banggai, penetapannya dilakukan pada 6 Oktober 2023.
Dengan artian, TAPD yang diketuai Sekda Banggai Abdullah Ali, seharusnya sudah mengetahui jika batas pengajuan asistensi hanya bisa dilakukan hingga 30 September 2023.
Namun mengapa dalam penyampaian nota keuangan baru dilakukan setelah masa waktu pengajuan itu telah berakhir?
Hal yang sebenarnya sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya.
Dengan panjangnya waktu dalam penyusunan rancangan perubahan APBD, mulai pada Agustus, menjadi tanda tanya ke pihak Pemda Banggai dalam hal ini TAPD, mengapa pada tahun ini tak memanfaatkan ruang waktu yang tersedia itu.
Proses pembahasan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD setiap tahun anggaran, diketahui dapat dilakukan setelah penyampaian laporan realisasi semester pertama tahun anggaran.
Oleh sebagian publik, pertanggungjawaban untuk disalahkan kini tertuju pada dua pihak.
Pertama Bupati Banggai selaku Pemerintah Daerah yang dianggap tidak paham dalam penggelolaan penganggaran, hingga dituding telah gagal sebagai seorang pemimpin.
Meski sebenarnya sebagai seorang kepala daerah, aturan soal pengelolaan keuangan, yang mengatur tahapan dan batas waktu, pasti diketahuinya.
Dan kedua tentu saja Ketua DPRD Banggai, sebagai pimpinan legislatif dia dianggap lambat dalam menindaklanjuti hingga menyetujui pengajuan dari Pemda Banggai, serta lemah dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Walau desas-desus beredar pula, jika pembagian pokir bagi anggota DPRD ikut melatari polemik ini.
Ada pembagian jatah yang tak seimbang diberikan dalam perubahan APBD itu, informasinya, untuk pelaksanaan pokir bagi masing-masing aleg DPRD Banggai, padahal sangat dibutuhkan untuk kepentingan jelang Pileg 2024.
Menimpakan kesalahan ke masing-masing pihak, lalu digiring ke persoalan perpolitikan, jelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Keterlambatan bahkan terancamnya Kabupaten Banggai tanpa perubahan APBD 2023, yang berimbas ke program pembangunan daerah, termasuk pendanaan kegiatan pemerintahan, menjadi amunisi baru ‘baku serang’ tiap-tiap individu dan kelompok kepentingan.
Sebagai pemegang palu sidang di DPRD Banggai, Suprapto yang notabene perwakilan PDI Perjuangan jadi bulan-bulanan.
Terlebih dengan sikap minta maafnya dalam forum terbuka di rapat paripurna tersebut.
Sebagai partai berkuasa di DPRD Banggai, PDI Perjuangan kemudian dituding memang tak layak untuk bisa memimpin lembaga yang menjadi perwakilan untuk kesejahteraan rakyat itu.
PDI Perjuangan, terkesan coba dijatuhkan dalam permasalahan ini.
Di sisi lain, serangan ke Bupati Banggai untuk disalahkan dalam persoalan ini juga dikaitkan dengan kepentingan Pemilu 2024 mendatang, khususnya untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Serangan itu semakin menjadi ketika Bupati Banggai mengeluarkan pernyataan jika dirinya masih akan berusaha menyelamatkan perubahan APBD 2023 melalui jalur Kemendagri.
Hal yang sebenarnya memang dimungkinkan dalam PP 12/2019 pada pasal 182, bahwa dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1I2 ayat (1) dan Pasal 181 ayat (1), Menteri mengambil alih pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedekatan antara Bupati Banggai Amirudin dengan Mendagri Tito Karnavian, disebutkan memang telah dipersiapkan dalam skenario keterlambatan pengajuan asistensi hingga akhirnya ditolak Pemprov Sulteng.
Jika perubahan APBD 2023 nantinya akhirnya disetujui Mendagri, Bupati Amirudin dipercaya akan muncul sebagai seorang pahlawan, yang memberinya keuntungan di Pemilu 2024, baik dari sisi partai maupun sebagai incumbent.
Lagi, Bupati Banggai Amirudin coba kembali dijelek-jelekkan, juga dalam permasalahan ini.
Namun tentu saja, semua pandangan di publik itu hanyalah opini dan tidak memiliki dasar yang kuat, atau setidaknya belum.
Masyarakat Luwuk Banggai pada umumnya hanya berharap roda pemerintahan dapat tetap berjalan dengan baik, dan perubahan APBD dapat dikabulkan sehingga program pembangunan dapat terus berjalan semestinya.