RADAR SULTIM – Sejumlah warga bersama aktifis mahasiswa menggelar aksi demo di kantor DPRD Sulteng, Selasa 31 Januari 2023, terkait polemik tambak udang Batui.
Polemik kepemilikan lahan dalam HGU tambak udang di Batui, terjadi antara warga dengan PT Matra Arona Banggai (PT MAP).
Lahan HGU yang sebelumnya dikantongi PT Banggai Sentral Shrimp (PT BSS), diklaim beberapa warga merupakan lahannya dan menolak kehadiran PT MAP yang akan kembali mengaktifkan pertambakan udang.
Oleh PT MAP, persoalan ini kemudian dilaporkan ke Polda Sulteng, atas dugaan pemalsuan dokumen dalam terbitnya SKPT yang dijadikan dasar pengklaiman hak lahan dalam HGU itu, oleh beberapa warga.
Dalam proses penyidikan laporan yang dimasukkan PT MAP, diinformasikan jika saat ini Polda Sulteng telah menetapkan status tersangka terhadap 6 warga asal Kecamatan Batui.
Penetapan tersangka 6 warga Batui oleh Polda Sulteng, massa aksi yang tergabung dalam front perjuangan masyarakat eks tambak udang Batui, gelar aksi demo di DPRD Sulteng.
Mereka mengklaim aksi tersebut untuk menuntut keadilan.
Dari rilis tertulis yang diterima radarsultim.com, Saharudin selaku koordinator lapangan aksi ini menerangkan bahwa saat ini Polda sulteng terkesan melakukan upaya kriminalisasi terhadap masyarakat eks tambak udang Batui.
Pasalnya dengan tuduhan pemalsuan dokumen, enam masyarakat ditetapkan sebagai tersangka
“Negara yang terbitkan SKPT, PBB dan SPPT tapi masyarakat yang dituduh melalukan pemalsuan dokumen. Ini merupakan upaya kriminalisasi,” sebut Beto, sapaan Saharudin, dalam rilis tertulis itu.
Lanjut, dalam rilis tertulis itu dikatakan pula bahwa Ketua LMND Kota Palu juga mengatakan bahwa menduga ada pihak yang tidak bertangung jawab ikut terlibat dalam peralihan HGU PT BSS ke PT MAP.
Dalam tuntutan aksi ini, massa meminta DPRD Sulteng menangguhkan proses hukum terhadap 6 warga Batui yang telah ditetapkan tersangka atas laporan PT MAP.
Massa juga meminta Kanwil Sulteng memperjelas dan mencabut HGU PT MAB di tanah masyarakat yang telah memiliki amar putusan Pengadilan Negeri, SKPT, PBB dan SPPT.
Ketiga, mereka meminta Kapolda Sulteng untuk mengusut dugaan gratifikasi dalam penerbitan HGU PT MAB.
Dan terakhir meminta Pemda Sulteng untuk menyelesaikan konflik masyarakat dengan PT MAB.
Massa aksi yang kemudian disebutkan ditemui DPRD Sulteng, menggelar rapat dengar pendapat yang dipimpin Sri Indraningsih Lalusu, selaku komisi 1.
Hasil dari rapat dengar pendapat bersama massa aksi itu, dikatakan DPRD Sulteng akan segera membentuk tim penyelesaian konflik masyarakat eks tambak udang.
HAK LAHAN VERSI WARGA
Masih dalam rilis tertulis yang diterima Selasa malam 31 Januari 2023, disebutkan adapun kronologis polemik lahan eks tambak udang Batui, sebelummya dari tahun 1930-an warga Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah telah menguasai tanah leluhur yang sekarang berada di lahan eks tambak udang di kelurahaan Sisipan, Kecamatan Batui.
Mayoritas warga yang menguasai tanah merupakan petani dan pekebun dengan tanaman produktif seperti padi, sagu, kelapa dalam, jagung dan lain-lain.
Kemudian tahun 1980-an, PT Banggai Sentral Shrimp (BSS) dikawal oknum kepolisian melakukan penggusuran, perampasan hingga pengusiran terhadap warga Kecamatan Batui.
Akibatnya mendapatkan reaksi masyarakat akan tetapi pihak perusahaan melakukan upaya intimidasi dan bagi rakyat yang melakukan perlawanan dituduh merupakan jaringan anggota partai terlarang di Indonesia.
Pada 19 Oktober 1994, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Sertifikat HGU di tanah warga dengan nomor : 04/HGU/BPN/B51/94, yang dulunya berada di Desa Batui dan saat ini berstatus Kelurahan Sisipan.
Sementara perjuangan warga terus dilakukan hingga tahun 2011.
Selang satu tahun, pada tanggal 30 Juli 2012 pemilik lahan melakukan gugatan dan diputus pada tanggal 6 April 2013 dengan nomor : 44/Pdt.G/2012/PN.Luwuk.
Dalam point putusan pengadilan adalah sertifikat HGU Nomor 04/HGU/BPN/B51/94 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Di bulan Juli 2019 Pemerintah Kabupaten Banggai menerbitkan dan mengeluarkan SKPT SPPT dan PBB kepada 160 pemilik dengan total luasan 218 Hektare.
Namun di tahun 2022, PT Matra Arona Banggai mengklaim telah memiliki HGU di tanah warga.
Dalam data yang di akses front perjuangan warga pemilik eks lahan tambak udang Batui bahwa berdasarkan nomor SK Pengesahan AHU-0053233.AH.01.01.Tahun 2019, pihak perusahaan berdiri di tanggal 14 Oktober 2022.
Dan terlebih dahulu amar putusan, SKPT SPPT dan PBB dibandingkan hadirnya PT MAB
Pihak perusahaan PT MAB mengklaim memiliki HGU 01 dan 02 dari pengalihan HGU PT. BSS.
Sedangkan dalam RKL-UPL dan Amdal PT. BSS jelas HGU (04/HGU/BPN/B51/94) HGU ada dan dibatalkan oleh putusan Pengadilan.
Saat hearing di DPRD Banggai pihak PT MAB juga telah melangkahi amar putusan Pengadilan Negeri Luwuk dengan tidak mengakui atas objek sengketa dalam amar putusan pengadilan.
Tak hanya demikian PT MAB terus melakukan upaya adu domba terhadap warga dengan menyuruh satpam, humas hingga oknum warga lainya untuk melakukan pengrusakan dan pengusiran, serta sosialisasi paksa di lahan warga pemilik eks lahan tambak udang Batui.
HGU VERSI PT MAP
Mengutip pemberitaan tribunnewspalu, pihak PT Matra Arona Banggai (PT MAP) pernah memberikan pernyataannya mereka terkait HGU tambak udang yang dipolemikkan warga.
Ialah Direktur PT MAB Soetono menjelaskan, masalah ini bermula dari kesalahan penafsiran hukum pasca putusan pengadilan yang memenangkan H Djabar dengan luas lahan 3,4 hektare di atas lahan HGU dengan nomor sertifikat HGU nomor 04/HGU/BPN/B51/94.
Namun kata dia, sertifikat HGU nomor 04/HGU/BPN/B51/94 itu tidak pernah ada.
Bahkan saat PT Banggai Sentral Shrimp (BSS) masih beroperasi dan belum dibeli oleh PT MAB.
Dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD Banggai, lanjut Soetono, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banggai dengan tegas menyebutkan bahwa sertifikat HGU nomor 04/HGU/BPN/B51/94 itu tidak terdaftar alias tidak ada.
Bahkan biarpun ditembak, perwakilan BPN Banggai yang hadir saat itu menegaskan kembali bahwa tidak pernah mengeluarkan sertifikat HGU nomor 04/HGU/BPN/B51/94.
“Sertifikat HGU nomor 04/HGU/BPN/B51/94 itu tidak ada, sertifikat yang kami pegang berbeda.Jadi objeknya itu di mana,” paparnya.
Seharusnya, lanjut Soetono, H Djabar yang sudah memegang putusan pengadilan mengambil langkah hukum dengan mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Negeri Luwuk sebagai upaya kepastian hukum.
Sebab, warga lainnya juga ikut menguasai lahan itu berdasarkan putusan pengadilan atas gugatan H Djabar.
“Bermohon saja eksekusi supaya ada kepastian. Nanti biar pengadilan yang menentukan ada di mana lokasinya sesuai amar putusan supaya secepatnya dieksekusi,” kata dia.
Selain itu, kata Tono, lahan eks tambak udang tersebut tiba-tiba diterbitkan SKPT pada tahun 2019 untuk menjadi pegangan warga.
SKPT tersebut dibuat oleh H Djabar dkk.
Setelah didalami, ternyata banyak kejanggalan dalam pembuatan SKPT itu.
Buktinya, dalam proses pembuatan SKPT tanpa pemeriksaan lapangan atau diukur, dan format SKPT yang seharusnya dibuat oleh pejabat berwenang malah dibuat dengan jasa rental ketik.
Serta berdasarkan surat keterangan tertulis Lurah Sisipan, Salamulhaq K Adjab, ditegaskan bahwa SKPT-SKPT tersebut tidak pernah teregister dalam buku regerister Kelurahan Sisipan.
Karena itu, PT MAB mengambil upaya hukum dengan melapor ke Polda Sulteng terkait dugaan pemalsuan dokumen.
“Upaya ini diambil setelah beberapa kali melakukan upaya persuasif, namun tidak membuahkan hasil. Saat ini, prosesnya sudah tahap penyidikan,” kata Tono.
PENJELASAN BPN BANGGAI
Terkait polemik lahan HGU tambak udang di Batui, masih mengutip dari tribunewspalu, diketahui pula Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banggai telah memberikan penjelasan.
Penjelasan itu disampaikan Kepala Seksi Penetapan dan Pendaftaran Hak Kantor Pertanahan Kabupaten Banggai, Irfan Mahmud, di hadapan mahasiswa yang berunjuk rasa di Kantor BPN Banggai, Senin 7 November 2022.
Dia menjelaskan, pihaknya telah menganalisis putusan Pengadilan Negeri Luwuk nomor 44/Pdt.G/2012/PN.Luwuk tanggal 6 April 2013.
Meski putusan itu menyebutkan Sertifikat HGU nomor 04/HGU/BPN/B51/94, kata dia, namun objek yang digugat berbeda dengan data di BPN.
“Jadi statusnya itu error in objecto,” ungkap Irfan.
Sebab, nomor sertifikat HGU yang disebutkan ternyata merupakan nomor Surat Keputusan (SK) Kepala Kantor BPN Sulawesi Tengah.
“Bukan nomor sertifikat HGU. Karena setelah dicek ternyata nomor SK,” kata dia.
Jika masih ragu, Irfan menyarankan warga mengajukan permohonan eksekusi berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Luwuk tersebut.
BPN Kabupaten Banggai juga telah menyiapkan hasil analisis atas masalah lahan eks tambang udang itu, dan nantinya akan disampaikan kepada masyarakat.
Selain itu, Irfan mengungkapkan, PT Matra Arona Banggai (MAB) saat ini telah mengantongi sertifikat HGU nomor 00064 pada tahun 2019.
Sertifikat HGU itu merupakan peralihan dari HGU 01 Batui yang sebelumnya milik PT Banggai Sentral Shrimp (BSS).
Peralihan HGU berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) lantaran PT BSS dinyatakan pailit.