Scroll untuk baca artikel
Radar DaerahRadar PILKADA

Soroti Ketegangan Politik Pasca-PSU di Banggai, Ampuh: Jangan Jadikan Demokrasi Kedok Kapitalisasi Kepentingan

178
×

Soroti Ketegangan Politik Pasca-PSU di Banggai, Ampuh: Jangan Jadikan Demokrasi Kedok Kapitalisasi Kepentingan

Sebarkan artikel ini
foto : Chaerul Salam Koordinator AMPUH Sulawesi Tengah (doc: istimewa)

Radar Sultim, Banggai – Situasi politik di Kabupaten Banggai pasca pelaksanaan Pemilu dan Pemungutan Suara Ulang (PSU) kian memanas. Ketegangan antar pendukung pasangan calon kian meruncing, diwarnai saling balas tudingan hingga aksi massa yang mulai menimbulkan keresahan masyarakat.

Chaerul Salam, Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (AMPUH) Sulawei Tengah (Sulteng), angkat bicara soal situasi ini. Ia menyoroti dinamika yang terjadi, khususnya setelah tim hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 03, Sulianti Murad dan Samsul Bahri Mang, mengajukan gugatan terhadap hasil PSU di dua kecamatan (Kecamatan Toili dan Simpang Raya).

iklan : warmindo

Menurut Chaerul, tindakan tersebut harus dikritisi secara mendalam.

“Kita perlu jeli melihat apa sebenarnya motif di balik gugatan ini. Ketidakpuasan terhadap hasil PSU itu patut dipertanyakan. Apakah ini murni demi demokrasi, atau ada kepentingan lain yang tersembunyi,” ujar Chaerul, Kamis 24 April 2025.

Ia menegaskan, masyarakat berhak tahu jika ada dugaan motif tersembunyi di balik manuver politik pasangan calon tersebut. Salah satunya, kata dia, adalah soal pengamanan aset perusahaan sawit yang disebut-sebut terkait dengan Sulianti Murad.

“Perlu diungkap bahwa ada sekitar 2.500 hektar lahan yang berada di luar batas Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah diambil alih Pemda dan rencananya akan dikelola untuk kepentingan rakyat Banggai. Belum lagi kawasan suaka margasatwa Bakiriang yang akan dikeluarkan dari peta kepemilikan perusahaan. Ini bukan isu sepele,” jelas Chaerul.

Ia bahkan menyebut bahwa proses hukum terkait pencaplokan hutan lindung oleh perusahaan yang berkaitan dengan calon bupati tersebut sudah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi.

Chaerul menilai, jika dorongan untuk terus menggugat hasil pilkada itu hanya untuk mempertahankan kepentingan perusahaan, maka rakyat harus bersatu untuk melawan.

“Kalau hasrat berkuasa itu bukan untuk melayani rakyat, tapi demi mengamankan aset dan memperkuat kapitalisasi lahan, maka itu adalah bentuk penghinaan terhadap demokrasi. Mereka memakai jubah konstitusi, tapi niatnya mengangkangi kepentingan publik,” tegasnya.

Ia juga menyinggung adanya ‘pembisik’ yang hanya mendorong kandidat untuk terus menggugat demi kepentingan pribadi.

“Saya menduga ada orang-orang yang sengaja memanfaatkan situasi, memperdaya kandidat, hanya demi menggarong pundi-pundi kekuasaan,” tutup Chaerul. ***

google news