RADAR SULTIM – Pemda Banggai melalui Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Bupati Banggai H Amirudin, dituding telah melakukan skandal dan konspirasi dalam hal nonjob atau mutasi ASN.
Tudingan itu menyeruak dalam diskusi publik via zoom yang digelar Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (AMPUH) Sulawesi Tengah, Senin malam 21 Agustus 2023.
Tudingan skandal dan konspirasi yang dialamatkan kepada PPK atau Bupati Banggai itu, didasarkan pada dua kasus nonjob ASN lingkup Pemda Banggai, yakni terhadap Marsidin Ribangka dan Andi Syaifullah.
Sanksi pelanggaran berat kode etik kepada keduanya, oleh beberapa narasumber dalam diskusi publik itu, disimpulkan terkesan memaksakan dan tanpa prosedur yang sesuai.
Nasrun Hipan Ketua DPC Peradi Banggai mengakui pembahasan diskusi publik kali ini ngeri-ngeri sedap.
Dirinya kemudian mengajak untuk membedah adanya dugaan skandal dan konspirasi dalam kasus ini di diskusi publik itu.
Dikatakan Nasrun, titik tekan dasar yang harus diketahui dalam persoalan ini, yakni sejauh mana Komisi ASN jalankan tugas dan kewenangannya.
“Persoalan yang muncul apakah segala kebijakan Pemda Banggai dalam managemen kepegawaian tidak pernah koordinasi dengan Komisi ASN?
“Karena memang ada terkesan beberapa pejabat Pemda tempatkan diri sebagai pejabat otonom,” sebut Nasrun.
Sebagai daerah otonom, lanjut dia, diakui jika pejabat berwenang bisa mengatur managemen kepegawaian secara mandiri.
Akan tetapi, tetap harus memperhatikan undang-undang yang mengaturnya, yakni Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Berkaca dalam kasus ASN Andi Syaifullah, kata Nasrun, permasalahan muncul ketika dari hasil pengawasan Komisi ASN berakhir dengan dikeluarkannya rekomendasi.
Rekomendasi agar surat keputusan Bupati Banggai atas dua sanksi yang diberikan kepada Andi Syaifullah, dapat ditinjau ulang, yakni sanksi pemotongan tukin dan sanksi mutasi.
“Memang rekomendasi itu berarti hanya petunjuk teknis, tidak mengikat. Namun dalam Undang-undang itu ada sedikit penguatan.
“Bahwa jika tidak dilaksanakan, maka Komisi ASN dapat melapor ke Presiden tentang PPK,” ucap Nasrun Hipan.
Andi Syaifullah, ASN Pemda Banggai yang kasusnya ditangani Nasrun Hipan, disebutkan lagi terkena sanksi hanya gara-gara tak mau divaksin Covid 19.
Oleh PPK kemudian diberikan sanksi dalam SK pertama berupa potongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen.
Akan tetapi pemotongan ini ternyata tidak dilaksanakan sesuai SK, melainkan pemotongan full.
“Setelah SK petama disusul SK kedua mutasi. Artinya 1 perbuatan konkret tapi 2 sanksi diterima.
“Pengujian di tingkat Komisi ASN nyatakan Pemda harus tinjau ulang, perbaik SK dan bayarkan tukin.
“Tapi kenyataannya, Pemda tidak laksanakan rekomendasi. Inilah problematiknya,” kata Nasrun Hipan.
KAHMI IKUT BERANG
Tudingan keras atas dugaan adanya skandal dan konspirasi dalam hal nonjon ASN di lingkup Pemda Banggai, selanjutnya datang dari Hamzah Sidik.
Salah satu Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) itu, ikut menjadi salah satu narasumber dalam diskusi publik ini.
Mengawali paparan, Hamzah Sidik yang juga wakil DPRD Gorontalo katakan jika Undang-undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 secara jelas beri proteksi ke ASN, hingga terkait mekanisme dan cara mainnya.
“Saya bertemu beberapa kader dan alumni HMI, salah satunya Kakanda Marsidin Ribangka.
“Dia diberhentikan sementara. Tapi sudah 1 atau 2 tahun belum ada keputusan yang diambil pemeriksa atau Bupati sebagai PPK.
“Padahal persoalannya sumir, atau masih perlu dikaji. Hanya ada 1 percakapan privat dengan sekdis kemudian diloudspeaker.
“Dia (Marsidin) keseleo lidah. Sampaikan dimulai saja rapatnya dalam 1 pemaparan,” kata Hamzah Sidik.
Slip tongue ini, lanjut Hamzah Sidik, menjadi 1 perbuatan yang kemudian dikategorikan berpotensi pelanggaran disiplin berat.
Dalam aturan tersebut, ASN yang bersangakutan kemudian diberhentikan sementara sebagai bentuk sanksi disiplin berat.
“Bahasa kasarnya ini bikin malu. ASN boleh dihentikan setelah mulai atau sesudah diperiksa.
“Tapi Marsidin Ribangka langsung diberhentikan sebelum diperiksa.
“Ini butuh kepastian hukum. Makanya saya setuju ini ada skandal,” tegas Hamzah Sidik.
Dia juga menekankan, adanya dugaan perbuatan konspirasi menonjob Marsidin Ribangka, bahkan terhadap Andi Syaifullah yang sempat bertemu dengannya saat berkunjung ke Luwuk, membuat berang KAHMI dan HMI.
“Iya, masalah ini membuat KAHMI maupun HMI marah. Karena dilakukan dengan adanya konspirasi. Dan ini memang skandal,” tandas Hamzah Sidik.
GOOD GOVERMENT
Wakil Dekan I Fisip Unismuh Luwuk Ade Putra Ode Amane yang juga menjadi salah satu narasumber dalam diskusi publik itu, memberi tanggapan agak berbeda.
Terkait tudingan adanya skandal dan konspirasi dalam mutasi atau nonjob ASN di Pemda Banggai, dia sepakat belum dapat memutuskan apakah benar atau tidak.
Disebutkan Ade Putra, sebelum dinilai sebagai sebuah skandal, harus melihat dulu beberapa pendekatan mengenai tata kelola pemerintahan yang baik atau good goverment.
Yang pertama mengenai transparansi. Dalam kedua kasus mengenai nonjob dan mutasi di atas terkait managemen ASN itu, Ade menekankan apakah dilaksanakan secara transparansi atau tidak oleh Pemda Banggai.
“Meski itu akan menjadi penilaian kita secara subjektif masing-masing. Apakah Pemda punya sisi transparansi mengenai permaslahan ASN?
“Transparansi ini yang harus kita kejar, terutama oleh civil aliansi,” kata dia.
Kedua, harus dilihat dari sisi akuntabilitas. Terkait pertanggungjawaban, lanjut Ade Putra, dalam hal ini tanggung jawab begitu ada terjadi kesalahan oleh ASN.
Apakah mekanisme yang dijalankan Pemda sudah sesuai dengan Undang-undang mengenai ASN itu sendiri.
“Mengenai mutasi dan sebagainya, ini penting. Dalam diskusi ini memang baiknya ada Pemda Banggai untuk berikan klarifikasi. Kenapa ada pemotongan tukin misalnya,” sambungnya.
Jika dibiarkan tanpa ada penjelasan, Ade Putra menilai akan menimbulkan semacam sebuah jurang atau gap antara pejabat dengan ASN itu sendiri.
Karena menurutnya, seharusnya dalam birokrasi itu tumbuh dinamis, meski harus diakui dalam birokrasi itu ada politik birokrasi di dalamnya.
“Berbicara proses ASN lalukan jalur hukum, itu ada makna yang kurang baik (akhirnya muncul),” tandas dia.
Kemudian, ditambahkan Ade Putra, harus ada fairness atau kewajaran dalam persoalan ASN.
Bicara keadilan dan kesetaraan ASN (dalam hal pemberian sanksi), ditekankan Ade jika tidak boleh hanya berdasar dua kasus ASN tadi.
Lalu diambil langkah atau kesimpulan akhir bahwa Pemda Banggai tidak memberlakukan fairness dalam persoalan ASN.
“Dalam kasus ini ada keputusan yang berbeda. PPK atau Bupati juga harus bisa melihat hal ini.
“Saya tidak mengatakan mungkin ada skandal atau konspirasi. Tapi saya lebih condong ke harus dibedah dulu.
“Diskusi akan lebih berimbang jika ada klarifikasi dari Pemda,” tutupnya.
TAK BEIMBANG
Tudingan adanya skandal dan konspirasi yang telah dilakukan terhadap mutasi atau nonjob ASN di lingkup Pemda Banggai, memang tak berimbang dalam diskusi publik tersebut.
Hal itu dikarenakan diskusi yang seharusnya ikut menghadirkan Bupati Banggai H Amirudin dan pihak Komisi ASN, tak terwujud.
Bupati Banggai saat diskusi dikatakan pemandu acara Chaerul Alam dari AMPUH Sulteng, tengah berada di Kecamatan Toili untuk sebuah kegiatan.
Sehingga tak dapat mengikuti diskusi publik yang diikuti cukup banyak akademisi dan praktisi Kabupaten Banggai via zoom.
Begitu pula dengan pihak Komisi ASN, yang disebutkan tiba-tiba saja urung mengikuti meski telah terkoordinasi sebelum kegiatan dimulai.
Diskusi publik itupun berakhir dengan penasaran yang masih cukup tinggi.
Apakah benar, Bupati Banggai selaku PPK di Pemda Banggai, telah lakukan skandal dan konspirasi dalam hal mutasi dan nonjob ASN seperti yang disangkakan?